Ketika Sahabat Menjadi Asing

bak aktor profesional

kau mainkan peran dengan piawai

dunia pun bungkam, diam akan sandiwaramu

sandiwara dan skenario yang sempurna

melengkapi peranmu

di atas panggung dunia

tapi belang

tak dapat ditutupi

ternyata, aku telah kehilanganmu

aku tak mengenalmu

ku coba tanya rembulan tentangmu,

“Kau saja tak tahu, apalagi aku jawab rembulan

ku tanya lagi pada bintang, pada ilalang

tapi, jawab mereka sama!

“Kau saja tak kenal, apalagi kami!!”

ternyata engkau memang asing, sahabat

bukan hanya aku

tapi dunia juga asing akan dirimu

akhirnya…

aku permisi dari sisimu

hanya dari sisimu…

maaf, aku tak lagi bisa seperti bintang-bintang dilangit yang bersinar terang

menemani Sang Dewi Malam menyinar malam pekat

tapi aku tetap sahabatmu
, selamanya

* ini puisi ditulis udah lama…mengingat masa lalu

23 April 2009

Hijrah Rasulullah SAW

Dalam beberapa riwayat yang shahih disebutkan bahwa setelah Abu Bakar ra melihat kaum Muslim sudah banyak yang berangkat hijrah ke Madinah, ia datang kepada Rasulullah saw meminta ijin untuk berhijrah. Tetapi dijawab oleh Rasulullah saw, “Jangan tergesa-gesa, aku ingin memperoleh ijin dulu dari Allah.“ Abu Bakar bertanya, “Apakah engkau juga menginginkannya?“ Jawab Nabi saw, “Ya.“ Kemudian Abu Bakar ra menangguhkan keberangkatannya untuk menemani Rasulullah saw. Ia lalu membeli dua ekor unta dan dipeliharanya selama empat bulan.
Selama masa tersebut kaum Quraisy mengetahui bahwa Rasulullah saw telah memiliki pendukung dan sahabat dari luar Mekkah. Mereka khawatir jangan-jangan Rasulullah saw keluar dari Mekkah kemudian menghimpun kekuatan di sana dan menyerang mereka.
Maka diadakanlah pertemuan di Darun-Nadwah (rumah Qushayyi bin Kilab, tempat kaum Quraisy memutuskan segala perkara) utuk membahas apa yang harus dilakukan terhadap Rasulullah saw. Akhirnya diperoleh kata sepakat untuk mengambil seorang pemuda yang kuat dan perkasa dari setiap kabilah Quraisy. Kepada masing-masing pemuda itu diberikan sebilah pedang yang ampuh kemudian secara bersama-sama mereka serentak membunuhnya, agar Bani Manaf tidak berani melancarkan serangan terhadap semua orang Quraisy. Setelah ditentukan hari pelaksanaannya, Jibril as datang kepada Rasulullah saw memerintahkan berhijrah dan melarangnya tidur di tempat tidurnya pada malam itu.
Dalam riwayat Bukhari, Aisya ra mengatakan: “Pada suatu hari kami duduk di rumah Abu Bakar ra, tiba-tiba ada seseorang yang berkata kepada Abu Bakar, “Rasulullah saw datang padahal beliau tidak biasa datang kemari pada saat-saat seperti ini.“ Kemudian Abu Bakar berkata: “Demi bapak dan ibuku yang menjadi tebusan engkau, Demi Allah, Rasulullah saw datang pada saat seperti ini, tentu ada suatu kejadian penting.“ Aisya ra berkata: “Kemudian Rasulullah saw datang dan meminta ijin untuk masuk. Setelah dipesilahkan oleh Abu Bakar, Rasulullah saw pun masuk ke rumah, lalu berkata kepada Abu Bakar, “Suruhlah keluargamu masuk ke rumah.“ Abu Bakar menjawab, “Ya, Rasulullah saw tidak ada siapa-siapa kecuali keluargaku.“ Rasulullah saw menjelaskan, “Allah telah mengijinkan aku berangkat berhijrah.“ Tanya Abu Bakar, “Apakah aku jadi menemani anda, ya RAsulullah ?“ Jawab Nabi saw, “Ya, benar engkau menemani aku.“ Kemudian Abu Bakar berkata, “Ya, Rasulullah saw, ambillah salah satu dari dua ekor untaku.“ Jawab Rasulullah saw, “Ya, tetapi dengan harga.“
Lebih jauh Aisyah ra menceritakan: “Kemudian kami mempersiapkan segala keperluan secepat mungkin, dan kami buatkan bekal makanannya yang kami bungkus dalam kantung terbuat dari kulit. Lalu Asma’ binti Abu Bakar memotong ikat pinggangnya untuk mengikat mulut kantong itu, sehingga dia mendapatkan sebutan “pemilik ikat pinggang“.
Kemudian Rasulullah saw menemui Ali bin Abi Thalib dan memerintahkan untuk menunda keberangkatannya hingga selesai mengembalikan barang-barang titipan setiap orang di Mekkah yang merasa khawatir terhadap terhadap barang miliknya yang berharga, mereka selalu menitipkannya kepada Rasulullah saw, karena mereka mengetahui kejujuran dan kesetiaan beliau di dalam menjaga barang amanat.
Sementara itu Abu Bakar memerintahkan anak lelakinya Abdullah supaya menyadap berita-berita yang dibicarakan orang banyak di luar untuk di sampaikan pada sore harinya kepadanya di dalam gua. Selain Abdullah kepada bekas budaknya yang bernama Amir bin Fahirah, Abu Bakar juga memerintahkan supaya menggembalakan kambingnya di siang hari, dan pada sore harinya supaya digiring ke gua untuk diperah air susunya di samping untuk menghapuskan jejak. Kepada Asma’, Abu Bakar menugasinya supaya membawa makanan kepadanya setiap sore.
Ibnu Ishaq dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Yahya bin ‘Ibad bin Abdillah bin Zubair dari Asma’ binti Abi Bakar ra, ia berkata: “Ketika Rasulullah saw berangkat bersama Abu Bakar, Abu Bakar membawa serta semua hartanya sejumlah enam atau lima ribu dirham. Selanjutnya Asma’ menceritakan: “Kemudian kakekku yang sudah buta, Abu Quhafah, datang kepada kami seraya berkata, “Demi Allah aku melihat Abu Bakar berangkat meninggalkan kamu dengan membawa seluruh hartanya.“ Aku jawab, “Tidak, wahai kakek. Dia telah meninggalkan kebaikan yang banyak untuk kami.“ Lalu aku ambil beberapa batu kemudian aku letakkan di tempat di mana Abu Bakar biasa menaruh uanngya, lalu aku tutupi dengan kain. Kemudian aku pegang tangannya dan aku katakan kepadanya,“ Letakkanlah tanganmu di atas uang ini.“ Kemudian dia meletakan tangannya di antaranya seraya berkata, “Tidak mengapa, jika dia telah meninggalkan untukmu. Dia telah berbuat baik, dan ini cukup untukmu.“ Asma’ berkata, “Demi Allah sebenarnya dia tidak meninggalkan sesuatu untuk kami, tetapi dengan cara itu aku hanya ingin menyuruh kakek diam.”
Pada mala hijrah Nabi saw orang-orang musyrik telah menunggu di pintu Rasulullah saw . Mereka mengintai hendak membunuhnya. Tetapi Rasulullah saw lewat di hadapan mereka dengan selamat, karena Allah telah mendatangkan rasa kantuk pada mereka. Sementara itu, Ali bin Abi Thalib dengan tenang tidur di atas tempat tidur Rasulullah saw, setelah mendapatkan jaminan dari beliau bahwa mereka tidak akan berbuat kejahatan terhadapnya.
Maka berangkatlah Rasulullah saw bersama Abu Bakar menuju gua Tsur. Peristiwa ini menurut riwayat yang paling kuat terjadi pada tanggal 2 Rabi’ul Awwal bertepatan dengan 20 September 622 M, tiga belas tahun setelah bi’tsah. Kemudian Abu Bakar memasuki gua terlebih dahulu untuk melihat barangkali di dalamnya ada binatang buas atau ular. Di gua inilah keduanya menginap selama tiga hari. Setiap malam Abdullah bin Abu Bakar menginap bersama mereka, kemudian turun ke Mekkah pada waktu Shubuh. Sementara Amir bin Fahirah datang ke gua dengan membawa kambing-kambingnya untuk menghapuskan jejak Abdullah.
Dalam pada itu, kaum musyrik setelah mengetahui keberangkatan Nabi saw mencari Rasulullah saw dengan mengawasi semua jalan ke arah Madinah, dan memeriksa setiap persembunyian, bahkan sampai ke gua Tsur. Saat itu Rasulullah saw dan Abu Bakar mendengar langkah-langkah kaki kaum musyrik di sekitar gua, sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan berbisik kepada Rasulullah saw, “Seandainya di antara mereka ada yang melihat ke arah kakinya, niscaya mereka akan melihat kita.“ Tetapi dijawab oleh Nabi saw, “Wahai Abu Bakar, jangan kamu kira kita hanya berdua saya. Sesungguhnya Allah berserta kita.“
Allah menutup mata kaum musyrik sehingga tak seorangpun melihat ke arah gua itu, dan tak serorangpun di antara mereka yang berpikir tentang apa yang ada di dalamnya.
Setelah tidak ada lagi yang mencari, dan setelah datang Abdullah bin Arqath seorang pemandu jalan yang dibayar untuk menunjukkan jalan rahasia ke Madinah, berangkatlah keduanya menyusuri jalan pantai dengan dipandu oleh Abdullah bin Arqath itu.
Pada waktu itu kaum Quraisy mengumumkan tawaaan, bahwa siapa saja yang dapat menangkap Muhammad saw dan abu Bakar akan diberi hadiah sebesar harga diyat (tebusan) masing-masing dari keduanya.
Pada suatu hari, ketika sejumlah orang dari bani Mudlij sedang mengadakan pertemuan, di antara mereka terdapat Suraqah bin Ja’tsam, tiba-tiba datang kepada mereka seorang laki-laki sambil berkata, “Saya baru saja melihat beberapa bayangan hitam di pantai. Saya yakin mereka adalah Muhammad dan para sahabatnya.“ Suraqah pun mafhum bahwa mereka adalah Muhammad saw. Ia berhenti sejenak, kemudian menunggang dan memacu kudanya untuk mengejar rombongan itu, hingga ketika telah sampai dekat Rasulullah saw, tiba-tiba kudanya tersungkur, dan dia pun jatuh terpelanting. Kemudian dia bangun dan mengejar kembali sampai mendengar bacaan Nabi saw. Berkali-kali Abu Bakar menoleh ke belakang, sementara Rasulullah saw berjalan terus dengan tenang. Tetapi tiba-tiba Suraqah terhempas lagi dari punggung kudanya dan jatuh terpelanting. Ia bangun lagi dengan tubuh berlumuran tanah, kemudian berteriak memanggil-manggil minta diselamatkan.
Tatkala Rasulullah saw dan Abu Bakar menghampirinya, ia meminta ma’af dan mohon supaya Nabi saw berdoa memohonkan ampunan untuknya, dan kepada Nabi saw ia menawarkan bekal perjalanan. Oleh Nabi saw dijawab, “Kami tidak membutuhkan itu! Yang kuminta supaya engkau tidak menyebarkan berita tentang kami.“ Suraqah menyahut, “Baiklah.“
Maka pulanglah Suraqah dan setiap kali bertemu dengan orang-orang yang mencari-cari Rasulullah saw dia selalu menyarankan supaya kembali saja. Demikianlah kisah Suraqah. Di pagi hari ia berjuang dengan giat ingin membunuh Nabi saw, tetapi di sore hari berbalik menjadi pelindungnya.

*Disalin dari buku Sirah Nabawiyah karangan Dr. Muhammad Sa`id Ramadhan Al Buthy, alih bahasa (penerjemah): Aunur Rafiq Shaleh, terbitan Robbani Press

JEWEL IN THE PALACE : DAE JANG GEUM

Drama Korea tetap eksis di tonton meski telah berulangkali adalah Jewel in the Palace. setiap menontonnya selalu menghadirkan semangat dan inspirasi-inspirasi baru (yang lain boleh tidak setuju :p)

sangat suka dengan drama korea ini….

Dae Janggeum atau juga dikenal Jewel in the Palace adalah serial drama tahun 2003 yang diproduksi oleh saluran TV MBC Korea Selatan.

Ceritanya didasarkan pada tokoh sejarah yang diceritakan dalam Catatan Sejarah Dinasti Joseon, yang berpusat pada Jang-geum (diperankan oleh Lee Young-Ae), dokter kerajaan perempuan pertama dari Dinasti Joseon di Korea. Tema utamanya adalah kegigihiannya, serta gambaran tentang budaya Korea yang tradisional, termasuk makanan serta obat-obatan istana kerajaan Korea.

Dae Jang-Geum adalah orang sungguhan yang dicatat dalam Babad Dinasti Joseon, serta dokumen medis dari masa itu. Namun, deskripsi dan rujukan tentang dia sangat sedikit dan singkat. Banyak yang menyatakan bahwa Dae Jang-geum adalah perempuan pertama yang menjadi dokter istana yang melayani raja dalam Sejarah Korea. Namun, ada pula (sampai sekarang) yang tetap percaya bahwa Dae Jang-Geum semata-mata adalah tokoh fiksi yang diambil dari berbagai rujukan kepada dokter-dokter perempuan di dalam abad itu.

Sinopsis :

Cerita berawal saat ibu dari Yeongsangun muda diracun oleh sekelompok prajurit kerajaan dibawah perintah raja yang tidak lain adalah suaminya sendiri.

Setelah kejadian tersebut Seo Chun Soo, seorang prajurit istana, merasa sangat bersalah karena ikut terlibat dalam konspirasi pembunuhan tersebut. Ia mengalami kecelakaan dalam suatu perjalanan dan diselamatkan oleh seorang biksu. Anehnya, biksu tersebut mengatakan bahwa hidup Seo Chun Soo akan dipengaruhi oleh tiga wanita: Chun Soo akan menyebabkan kematian wanita pertama; menyelamatkan hidup wanita kedua namun menjadi penyebab kematian wanita tersebut; dan kehilangan nyawanya akibat wanita ketiga, namun wanita ini akan menyelamatkan hidup banyak orang. Pada akhirnya menjadi jelas bahwa ketiga wanita tersebut adalah ibu dari Yeongsangun, seorang mantan dayang istana yang kelak menjadi istrinya dan ibu Jang Geum, dan wanita ketiga adadalah Jang Geum sendiri.

Seo Chun Soo akhirnya mengundurkan diri sebagai prajurit iri. Kecelakaan tersebut membuat Chun Soo mengundurkan diri sebagai prajurit. Pada saat bersamaan, Dayang Park, seorang dayang istana dapur kerajaan, menjadi saksi konspirasi melawan ibu suri oleh Dayang Choi. Hal ini membuatnya difitnah dan harus menjalani hukuman rahasia sesuai peraturan dayang istana. Dayang Park diselamatkan oleh sahabatnya Dayang Han, dan kemudian diselamatkan oleh Seo Chun Soo. Kedua orang tersebut kemudian tinggal di desa tersembunyi, berpura-pura sebagai orang kelas bawah. Mereka berdua menikah dan memiliki ana perempuan yang sangat cerdas yaitu Seo Jang Geum.

Pada tahun 1954, Yeongsangun memerintahkan penyelidikan terhadap pembunuhan ibunya, dan menemukan bahwa Seo dan keluarganya ikut terlibat. Karena tanpa sengaja Jang Geum cilik menyebutkan bahwa sebenarnya ayahnya mantan prajurit istana, identitas mereka diketahui. Seo ditangkap dan kemungkinan besar dieksekusi. Jang Geum dan ibunya melarikan diri, namun ibu Jang Geum menderita luka yang cukup parah (belakangan diketahui bahwa yang melukainya adalah orang suruhan keluarga Choi). Sebelum meninggal ibunya menyampaikan permintaan terakhir, yaitu agar Jang Geum menjadi dayang utama dapur kerajaan dan mencatat penyebab kematiannya pada jurnal rahasia dayang utama.

Melalui berbagai perjuangan Jang Geum akhirnya bisa masuk ke dapur istana kerajaan. Karena semangat, keingintahuan, bakat, kebaikan, dan kerja kerasnya, Jang Geum akhirnya menjadi asisten Dayang Han. Selama tinggal di istana, Jang Geum banyak mendapat gangguan dari orang-orang yang iri akan bakatnya. Namun Jang Geum tidak menjadi patah semangat dan tetap memasak dengan prinsip bahwa apapun yang terjadi, tujuan memasak adalah untuk membawa kesehatan dan kebahagiaan bagi orang yang memakan masakannya. Sialnya, akibat konspirasi Dayang Choi dan keponakannya Geum Young, serta pejabat pemerintahan dan pedagang yang ingin memonopoli pasar menyebabkan Dayang Han dan Jang Geum diusir dari istana dan diasingkan ke Pulau Jeju. Dayang Han meninggal dunia dalam perjalanan ke pulau tersebut karena kesehatannya memburuk. Di Pulau Jeju, Jang Geum berteman dengan seorang tabib wanita yang mengajari Jang Geum mengenai kesehatan. Jang Geum akhirnya kembali ke Istana Joseon, kali ini sebagai calon tabib. Ia lulus dengan nilai tertinggi di kelasnya, meskipun pelajarannya sangat sulit dan ia dianggap sebelah mata karena ia seorang wanita. Jang Geum diterima sebagai staf di rumah sakit kerajaan.

Setelah berbagai permainan politik, orang-orang yang mencoba menyakiti Jang Geum akhirnya mendapat konsekuensi dari konspirasi kejinya. Jang Geum menjelaskan duduk permasalahan sebenarnya dan membersihkan nama baik ibunya dan Dayang Han. Jang Geum terus mempelajari bidang pengobatan, dan akhirnya mengobati permaisuri, ibu suri, dan putra mahkota yang jatuh sakit. Akhirnya ia dapat diterima oleh pejabat dan dokter istana yang awalnya tidak mengakuinya karena ia wanita.

Dengan dukungan bangsawan Min Jung Ho dan sahabat-sahabatnya termasuk Yon Saeng yang telah menjadi selir Raja, Jang Geum menjadi tabib istana wanita pertama di Korea dan diberi gelar Dae Jang Geum dan posisi tingkat ketiga di istana.

siapa saja tokoh pemerannya ya… yuuuk kita simak..!!!


Lee Young-Ae sebagai Suh Jang-geum
Tokoh utama dalam cerita, ia tidak segan-segan untuk
melakukan sejumlah eksperimen dengan bantuan alam untuk mendapatkan hasil terbaik. Dididik dengan keras oleh Dayang Han, Jang-geum tumbuh menjadi gadis yang cerdas dan pintar, serta menjadi teladan kaum wanita dengan membuktikan bahwa lewat kerja keras, hal yang kelihatannya mustahil bisa dicapai. Sama seperti gurunya, Jang-geum memiliki karakter yang lurus dan percaya pada keadilan meski untuk itu ia kerap harus menderita terlebih dahulu.

Ji Jin-hee sebagai Min Jeong-ho


Disukai oleh Geum-young, ia adalah sosok pria yang merupakan idaman banyak wanita. Perkenalannya dengan Jang-geum diawali ketika gadis itu merawatnya saat terluka parah dalam pertempuran, sehingga akhirnya memutuskan untuk menjaga Jang-geum sepanjang sisa hidupnya. Bahkan demi cinta tersebut, ia rela melepas jabatan bahkan nyawanya sekalipun, dan tujuan utama dari setiap tindakannya adalah menjaga wanita yang lewat perjalanan waktu akhirnya dicintai dan mencintainya.

Hong Ri-na sebagai Choi Geum-young


Memiliki kepintaran diatas rekan-rekan sebaya, kehidupannya mulai berubah setelah Jang-geum, yang ternyata mampu bersaing, masuk ke istana. Sempat bersahabat dekat, Geum-young akhirnya memusuhi gadis itu karena dianggap merebut Jeong-ho yang dicintainya sejak kecil. Meski kerap mengikuti keinginan Dayang Choi, sebenarnya ia memiliki karakter yang peragu sehingga pada akhirnya sulit memilih antara berada pada sisi kebaikan atau kejahatan.

Gyeon Mi-ri sebagai Choi San-gong


COntoh wanita yang rela melakukan segala cara untuk meraih kekuasaan dan kekayaan, Dayang Choi di awal hidupnya memiliki karakter baik serta sempat bersahabat dengan Dayang Han dan Dayang Park. Namun, ambisi keluarganya yang telah turun-temurun mengajarkan akan hal-hal buruk yang membentuk karakternya. Berulangkali nyaris tersandung, kekuasaan yang diimpikan Dayang Choi runtuh, namun sebelum hidupnya berakhir ia sempat bertobat.


Park Eun-hye sebagai Lee Yeon-seng


Berbeda dengan sahabat baiknya Jang-geum yang kerap nekat, gadis satu ini memiliki karakter yang lembut dan polos. Hal itulah (ditambah latar belakang keluarga) yang kerap membuatnya jadi sasaran olok-olok musuh besar sekaligus teman sekamarnya Yong-ro. Namun pada akhirnya, kepolosan dan kebaikan hati tersebut yang mengubah jalan hidup sekaligus membawanya ke kehidupan yang lebih baik : menjadi selir Kaisar.

Yang Mi-gyeong sebagai Han Ae-jong


Berperan penting atas hadirnya Jang-geum di dunia, Dayang Han percaya bahwa dapur istana tidak boleh dicampuradukkan dengan kepentingan politik. Dalam ilmu memasak, ia hanya bisa disaingi oleh Dayang Choi meski keduanya memiliki teknik yang berbeda. Sosoknya yang tegas, tanpa kompromi dan lurus menjadi inspirasi bagi muridnya, namun disisi lain hal itu pulalah yang membuatnya berseberangan kubu dengan Dayang Choi, dan pada akhirnya membawanya pada kematian meski sempat merasakan jabatan puncak.